Headlines News :
Home » , , , » Akar Masalah Inter Adalah Dirinya Sendiri

Akar Masalah Inter Adalah Dirinya Sendiri

Written By Unknown on Tuesday, February 21, 2012 | 10:00 PM

Rabu (22/2) malam diklaim menjadi saat penentuan nasib Claudio Ranieri. Inter Milan arahannya bakal mengunjungi Stade Velodrome dalam leg I putaran 16 besar Liga Champions.
Kalau membawa pulang hasil jelek dari rumah Olympique Marseille itu, riwayat The Tinkerman sebagai nakhoda I Nerazzurri diprediksi bakal tamat, dan Massimo Moratti sekali lagi harus mencari arsitek anyar, kelima setelah Jose Mourinho mundur dengan sukses besarnya dua tahun silam.

Namun, yang patut disadari sang presiden adalah merosotnya Inter pascaera Mou bukan melulu kesalahan para penerus tongkat kepelatihan Lo Speciale. Jajaran petinggi klub, termasuk dirinya, punya andil tak kalah besar.
Tak lama sebelum hari deadline jendela transfer musim dingin, Ranieri dengan optimisme tinggi menegaskan kepada Interisti bahwa rumor Thiago Motta menuju Paris Saint-Germain tak bakal jadi kenyataan.
"Saya sudah memintanya bertahan dan Motta akan bertahan," kata Ranieri di situs resmi Il Biscione.
"Saya yakin Motta akan bertahan. Pihak klub telah meyakinkan kepada saya bahwa dia akan tetap di sini setidaknya sampai Juni. Ini kabar bagus karena kami tak memiliki gelandang lain dengan kualitas sepertinya."
Seperti diketahui, yang terjadi justru sebaliknya. 31 Januari, manajemen Inter -- tentu atas persetujuan Moratti -- melego Motta ke PSG dengan banderol €11,5 juta.
Di waktu bersamaan La Beneamata meminjam Angelo Palombo dari Sampdoria dan Fredy Guardin (FC Porto), tapi dua gelandang tersebut dianggap bukan pengganti sepadan. Nama terakhir bahkan masih cedera dan kalaupun mampu menjawab ekspektasi saat turun nanti, servisnya tak bisa dipakai di Liga Champions.
Bukan tanpa alasan para suporter setia Inter sangat mengkhawatirkan imbas negatif kepergian Motta.

Centrocampista 29 tahun itu merupakan salah satu pemain vital Ranieri dalam mengarsiteki rentetan kemenangan tim dalam kurun Desember hingga Januari, termasuk kesuksesan mengungguli AC Milan 1-0 dalam derby della Madoninna yang mencerahkan kembali harapan scudetto yang sempat pudar.

Kehilangan Motta, punggawa timnas Italia kelahiran Brasil, sama artinya dengan kehilangan determinasi dan mobilitas tinggi di lini tengah. Tanpa kehadirannya, Inter terbukti jeblok. Lima partai pamungkas Serie A ditandai dengan empat kekalahan.

Yang bikin miris, kecuali AS Roma yang menggebuk Inter 4-0, lawan-lawan di lima laga tersebut di atas kertas semestinya menjadi sasaran empuk Il Biscione mendulang poin: Lecce (0-1), Palermo (4-4), Novara (0-1), dan Bologna (0-3). Dari data itu, dapat dilihat pula bahwa selain kuartet gol Diego Milito ke gawang Palermo, Inter dilanda kemandulan.

Ranieri mungkin boleh merasa bersyukur masih diberi kesempatan sekali lagi setelah hanya mengais satu angka dari lima gim, statistik serupa yang membuat Gian Piero Gasperini ditendang pada awal musim.

Tetapi, layak dicermati bahwa catatan buruk itu bukanlah satu-satunya similiaritas Ranieri dengan Gasperini sejauh ini. Keadaan nyaris sama dirasakan kedua pelatih di pasar transfer, di mana pendapat mereka sepertinya tak begitu didengar petinggi La Beneamata.

Saya dijanjikan banyak hal, tapi mereka tak membelikan saya siapa pun. Saya meminta Mascherano dan Alexis Sanchez pada Januari, yang waktu itu berharga setengah dari yang harus dibayarkan Barcelona.

- Rafael Benitez



Mereka mengejar Sanchez, Lavezzi, Tevez. Padahal saya siap menantang dunia dengan Palacio, Milito, dan Eto'o.

- Gian Piero Gasperini

"[Jajaran direksi Inter] mengejar Alexis Sanchez, Ezequiel Lavezzi, Carlos Tevez. Padahal saya siap menantang dunia dengan Rodrigo Palacio, Diego Milito, dan Samuel Eto'o," demikian curhat Gasperini kepada La Gazzetta dello Sport beberapa waktu lalu.

"Kami sempat memikirkan tentang Arturo Vidal. Saya juga menyukai Radja Nainggolan, tapi dia dianggap tak pantas bermain untuk Inter. Saya juga suka Domenico Criscito, belum lagi Palacio," tambahnya.

Palacio, nama yang dua kali disebut Gasperini, adalah mantan anak asuhnya di Genoa. Semenjak manajemen Inter menolak menuruti keinginan Gasperson (julukan sang pelatih), striker serbabisa asal Argentina itu menjadi salah satu komoditi terpanas bursa transfer berkat performa yang terus mengilap di Luigi Ferraris. Total 12 gol sudah dibukukan Palacio dari 19 laga bersama Il Grifone musim ini.

Pun dengan Nainggolan, gelandang Belgia berdarah Indonesia yang harganya terus meroket dengan suguhan permainan memikat di Cagliari. Demikian pula Vidal, yang akhirnya malah disambar Juventus dari Bayer Leverkusen. Pemain Cili itu membuktikan diri bisa cepat nyetel di Italia dan menjadi salah satu pemain reguler I Bianconeri yang hingga kini berpeluang besar menyabet scudetto.

Keluhan Gasperini sendiri bukanlah yang pertama. Mantan pelatih lain yang hanya sebentar menukangi La Beneamata, Rafael Benitez, malah dikenal lebih rajin mengeluarkan komentar miring kepada manajemen Inter.

"Saya dijanjikan banyak hal, tapi mereka tak membelikan saya siapa pun. Saya meminta Javier Mascherano dan bahkan Alexis Sanchez pada Januari, yang waktu itu berharga setengah dari yang harus dibayarkan Barcelona untuknya di musim panas," beber pria Spanyol itu.

Para penerus Mou | Kurang didukung Moratti & Branca
Moratti dan Marco Branca, presiden dan direktur olahraga klub, tampaknya tak mengambil pelajaran dari kesuksesan Inter di bawah Mourinho. Selama dua tahun Mou menukangi Si Biru-Hitam, Moratti dan Branca hampir selalu mengabulkan keinginan orang Portugal itu di bursa pemain. Hasilnya? Dua scudetto, satu Coppa Italia, dan Liga Champions masuk lemari piala Inter.
Pascakepergian Mou, dua orang penting di dewan direksi Inter itu seolah tak mau mendukung aktivitas mercato sesuai kebutuhan para suksesor. Mereka sepenuhnya mengambil alih tanggung jawab itu, dan output-nya bisa dikategorikan bencana.
Nama-nama yang punya kapasitas mumpuni seperti Mario Balotelli, Samuel Eto'o, Motta, bahkan Goran Pandev -- yang sebenarnya punya peran tak kecil dalam raihan treble winners era Mou -- dibiarkan pergi.
Mungkin hanya Giampaolo Pazzini yang pantas dianggap pembelian sukses, tapi eks bomber Sampdoria itu juga kurang bersinar musim ini. Sementara itu, perekrutan lain semacam Diego Forlan, Mauro Zarate, Angelo Palombo, Houssine Kharja, hingga Andrea Ranocchia kebanyakan melempem.
Okelah, sekalipun para penerus Mourinho mendapatkan pemain sesuai keinginan, belum tentu mereka mampu menghadirkan kegemilangan yang sama. Tapi setidaknya mereka tak bakal penasaran dan mempertanyakan lemahnya dukungan direksi saat dipecat.
Seandainya Ranieri akhirnya harus di-PHK, Moratti dan Branca wajib menyokong penuh arsitek anyar, termasuk di pasar transfer, demi sukses tim, karena yang menjadi korban utama dari keterpurukan Inter tak lain adalah fans setia klub.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Nanggroe Corner - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template